Sabtu, 20 April 2013

Bunga Rampai Virus Kehidupan

Allah subhanahu wata’ala telah berfirman dalam kitabNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At Tahrim : 6)
Manusia adalah makhluk sosial, yang membutuhkan interaksi dengan yang lainnya. Di tengah kehidupan masyarakatnya, tentunya ia akan menjumpai berbagai macam tipe manusia. Ada yang baik sifatnya dan ada pula yang jelek. Jika mendapati teman yang baik, maka dia beruntung. Namun jika mendapatkan teman yang buruk, maka sungguh merupakan kerugian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;
عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً ».
Permisalan teman yang baik dan teman yang jelek seperti pembawa minyak wangi dan tukang las. Adapun pembawa minyak wangi, mungkin dia akan memberimu, dan mungkin kamu bisa membeli darinya, dan mungkin kamu akan mendapati darinya bau yang harum. Adapun tukang las, ada kalanya dia akan membakar bajumu, dan mungkin juga kamu akan mendapati darinya bau yang busuk. (HR. Al Bukhari no.5534 dan Muslim no. 6860 dari Abu Musa)
Teman yang baik tentunya akan membawa kepada kebaikan, sedangkan teman yang jelek akan membawa kepada kejelekan pula. Sehingga penting bagi kita untuk memilah dan memilih dalam berteman. Tidak setiap orang yang kita temui , dapat dijadikan sebagai teman. sebaik-baik teman adalah yang bisa membawa kita semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Dalam kehidupan bersama masyarakat, peranan teman yang baik sangat dibutuhkan. Terlebih lagi di zaman ini, keburukan sudah tersebar tak terbendung. Seseorang yang memiliki teman yang baik, akan lebih terjaga diri dan keluarganya dari virus yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Virus yang dimaksudkan disini adalah hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam apapun bentuknya. Virus yang merusak hati dan menjerumuskan kepada berbagai jenis kemungkaran. Dan yang kita saksikan semakin hari, semakin bertambah virus yang menyebar di tengah-tengah masyarakat. Mulai dari hal yang kecil seperti tata cara berpakaian,makan, dan bentuk muamalah lain, saat ini sudah terinfeksi virus penyimpang syariat. Maka terlebih lagi hal-hal yang lebih besar dari pada itu.
Virus-virus yang ada di masyarakat sumbernya adalah Iblis la’natullah ‘alaihi. Dia telah bersumpah di hadapan Allah subhanahu wata’ala untuk menyesatkan anak keturunan Adam ‘alahis salam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman) :
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka. “(Shad : 82-83)
Dan didalam ayat yang lain Allah subhanahu wata’ala berfirman:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17)
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya dengan kesesatan, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat) “. (Al A’raf : 16-17)
Shahabat yang mulia Ibnu Abbas, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan iblis akan mendatangi dari depan yakni dengan menjadikan mereka ragu terhadap akhiratnya. Adapun yang dimaksud bahwa Iblis akan mendatangi dari belakang yakni dengan menjadikan mereka senang terhadap dunia. Dan yang dimaksud dengan mendatangi mereka dari arah kanan yakni dengan membuat syubhat terhadap agama mereka. Dan yang dimaksud dengan mendatangi dari arah kiri yakni dengan membuat mereka senang terhadap kemaksiatan.
Maka dari sini kita mengetahui bahwa Iblis la’natullah ‘alaihi benar-benar akan berusaha untuk menyesatkan manusia dari berbagai jalan. Sehingga kita dapati berbagai macam virus menyebar di masyarakat, baik itu kemaksiatan, kebid’ahan, kesyirikan serta kekufuran. Dan tidak sedikit pula orang yang sudah terjatuh kedalamnya. Bahkan ada diantara mereka yang keluar dari agama Islam karena virus tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا ».
Bersegeralah kalian untuk beramal, sebelum datang fitnah-fitnah yang seperti potongan gelapnya malam. (karena dahsyatnya fitnah tersebut) sehingga di pagi hari seorang itu mukmin, dan di sore harinya sudah kafir. Dan (adapula) yang di sore hari dia mukmin, lalu di pagi harinya dia kafir. (hal ini disebabkan) karena dia menjual agamanya dengan segelintir dari dunia. (HR. Muslim no. 328 dari Abu Hurairah)
Ada diantara manusia yang akalnya telah dirusak oleh virus yang ditebarkan oleh Iblis la’natullah ‘alahi dan bala tentaranya. Sehingga kita dapati mereka melakukan hal-hal yang aneh yang tidak masuk akal. Diantara contohnya adalah ada diantara mereka yang berdoa dan meminta sesuatu kepada kuburan, pohon, batu atau yang semisalnya. Padahal akal yang sehat tentunya mengetahui bahwa kuburan, batu, pohon atau yang semisalnya tidaklah mungkin bisa mengabulkan apa yang mereka minta. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ (14)
Jika kamu (berdoa) menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat mengabulkan permintaanmu. (Fathir :14)
Sebagian manusia yang lain terjangkiti virus pemahaman. Anggapan bahwa seseorang yang telah bersyahadat La ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah, berarti telah mendapat jaminan masuk surga. Sehingga tidak perlu melakukan amalan-amalan ibadah, seperti shalat, puasa, dan yang lainnya. Bahkan ada sebagian mereka yang berani terang-terangan melakukan kemaksiatan dengan berbagai jenisnya sembari tetap memiliki harapan yang besar akan surgaNya hanya dengan syahadat yang telah diucapkannya. Ini jelas merupakan kekeliruan. La ilaha illallah memang merupakan kunci surga, akan tetapi bukankah setiap kunci ada geriginya? Maka konsekuensi dari La ilaha illallah adalah geriginya. Sehingga tidak cukup bagi seorang hanya mengucapkannya saja, tapi perlu baginya mengamalkan kandungannya.
Dan disana ada pula yang sebaliknya, mereka beranggapan bahwa pelaku dosa besar (yang dibawah syirik dan kufur) telah batal syahadatnya (kufur/keluar dari Islam), sehingga berhak untuk diperangi. Sehingga tidak heran jika mereka melakukan berbagai upaya untuk memerangi kaum muslimin. Mereka melakukan aksi pengeboman di berbagai tempat, bahkan ada yang mengebom masjid. Tidak sedikit pula mereka yang merampas harta kaum muslimin dengan anggapan halal harta mereka untuk diambil. Sungguh telah rusak akal dan pikiran mereka disebabkan virus yang ditebarkan oleh Iblis la’natullah ‘alaihi dan bala tentaranya. Kita berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari hal yang demikian.
Yang benar dalam hal ini adalah bahwasanya pelaku dosa besar (yang dibawah syirik dan kufur) tidak dihukumi dengan kekufuran hanya karena semata-mata dia melakukan dosa besar. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10)
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai mau kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah mau, damaikanlah antara keduanya dengan keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Al Hujurat : 9-10).
Perhatikanlah, memerangi kaum mukminin termasuk dari dosa besar. Namun dalam ayat ini Allah Subhanahu wata’ala tidak menghukuminya dengan kekufuran, bahkan masih menyebutnya sebagai saudara kaum mukminin. Ini menunjukan bahwa pelaku dosa besar tidak dihukumi dengan kekufuran dengan sebab dosa besar yang dilakukannya.
Adapun hukum di akhirat nanti, pelaku dosa besar berada dibawah kehendak Allah Subhanahu wata’ala. Jika Allah subhanahu wata’ala menghendaki untuk mengampuninya, maka dia akan diampuni dan dimasukan kedalam surga. Dan jika Allah Subhanahu wata’ala menghendaki untuk mengadzabnya, maka dia akan dimasukkan kedalam neraka terlebih dahulu, baru kemudian nantinya dia akan dimasukan kedalam surga.
Di sisi lain, virus yang menyebar di tengah masyarakat justru berupa hal yang dianggap baik. Sebagai contohnya adalah berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Bagi sebagian orang hal tersebut adalah suatu kebaikan, bahkan kalau tidak dilakukan justru merupakan hal yang tercela. Namun hal ini pada hakekatnya merupakan hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali tidak pernah berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
Aisyah pernah berkata :
وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ
Demi Allah, tidaklah pernah tangan Raosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyentuh tangan seorang wanita (yang bukan mahram) (HR. Al Bukhori no. 5288 dan Muslim no.4941 dari Aisyah)
Contoh virus lain yang dianggap baik adalah mendengarkan musik. Sebagian orang menganggap bahwa mendengarkan musik hukumnya boleh-boleh saja bahkan bermanfaat bagi kecerdasan. Sehingga mereka memutar musik di rumah-rumah mereka, di jalan-jalan, di angkutan umum, bahkan di masjid-masjid. Bahkan sebagian menjadikannya sebagai sarana dakwah, sehingga mereka sebut sebagai musik Islami. Oleh karena itu, tidak sedikit dari kaum muslimin yang gemar mendengarkan musik. Inilah virus yang telah menyerang hati-hati kaum muslimin. Mereka lebih senang dengan musik daripada Al Quran. Hari-hari mereka diisi dengan musik, baik ketika di rumah, di jalan, di kantor, dan di mana saja.
Allah subhanahu wata’ala telah berfirman menjelaskan haramnya musik, sebagaimana dalam firmanNya :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ (6)
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (musik) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (Luqman:6)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
أَبُو عَامِرٍ ، أَوْ أَبُو مَالِكٍ – الأَشْعَرِيُّ وَاللَّهِ مَا كَذَبَنِي سَمِعَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
akan ada diantara umatku suatu kaum yang mereka menghalalkan perzinaan, dan sutera, dan khomr, dan juga alat-alat musik. (HR. Al Bukhari no. 5590 dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ary)
Dan disana masih banyak lagi virus yang menyebar ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu hendaklah kita senantiasa waspada dan berhati-hati terhadap virus yang disebarkan oleh Iblis la’natullah ‘alaihi dan bala tentaranya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (112)
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Robbmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (Al An’am :112)
Semakin hari, semakin bertambah pula virus yang menyebar. Bukan hanya orang dewasa saja yang terkena bahkan anak-anak kecil juga terkena dampaknya baik disadari maupun tidak. Menyadari bahaya laten ini, sudah sepantasnya kita selalu membentengi diri kita dan juga keluarga kita dari berbagai macam virus hati tersebut. Satu-satunya jalan adalah dengan kembali kepada bimbingan agama yang shahih, yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah dengan pemahaman salafus shalih.
Mari renungilah firman Allah Subhanahu wata’ala ini :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (8)
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (At Tahrim :8)
Hendaklah kita senantiasa mengoreksi diri-diri kita. Dan kita bertaubat kepada Allah Subhanahu wata’ala dari kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan, melindungi kita dari virus-virus kehidupan. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang diridhaiNya. Wallahu a’lam.

http://www.salafybpp.com/5-artikel-terbaru/201-bunga-rampai-virus-kehidupan.html

Sumber : darussalaf.or.id

Hukum Suap-Menyuap dan Gratifikasi dalam Syariat Islam

Kata suap-menyuap pada hari-hari ini ini begitu akrab di telinga dikarenakan seringnya media massa menukilnya, sampai-sampai kata suap-menyuap lebih sering digunakan melebihi makna yang sebenarnya , suap makna sebenarnya adalah memasukkan makanan dengan tangan ke dalam mulut (Kamus Besar bahasa Indonesia) Maka pada hari-hari ini, apabila seseorang mendengar kata suap , bukanlah yang tergambar di benaknya sesuatu yang terkait tangan, mulut dan makanan tapi yang langsung terbayang adalah korupsi, sidang dan KPK.
Suap sendiri dalam makna yang kedua ini tidak ditemukan di dalam kamus bahasa Indonesia, yang ditemukan adalah yang sepadan dengannya yaitu sogok yang diartikan sebagai :  ”dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas” Sungguh pengertian yang kurang sempurna, karena apabila pengertiannya seperti ini maka tentunya dana-dana kecil tidak termasuk sebagai kategori sogok atau suap.
Adapun dalam bahasa arab, suap atau sogok dikenal dengan riswah, yang diartikan sebagai “Apa-apa yang diberikan agar ditunaikan kepentingannya atau apa-apa yang diberikan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar “ (Mu’jamul Wasith) .
Dan dalam syariat islam, perkara suap-menyuap ini ini sangat ditentang dan diancam dengan ancaman yang mengerikan, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam , beliau bersabda :
لعنة الله على الراشي والمرتشي
Allah melaknat orang yang memberi suap, dan yang menerima suap” (HR. Ahmad dan selainnya dari Abdullah bin Amr’ Rhadiyallahu ‘anhuma , Dishohihkan Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 5114 dan dalam kitab-kitab beliau lainnya)”
Maka hadits ini bagi orang-orang beriman akan membuat mereka akan menjauhi perbuatan ini, dan ditambah lagi para ulama mengatakan bahwa hadits-hadits yang semisal seperti ini, yaitu lafadz “Allah melaknat” menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah termasuk kategori dosa besar yang tidak akan diampuni kecuali dia bertaubat, adapun ketika dia mati dalam keadaan belum bertaubat maka di bawah kehendak Allah apakah akan mengadzabnya atau tidak.
Akan tetapi manusia pengejar dunia akan selalu mendengar bisikan setan dan hawa nafsunya, mereka akan mencari seribu satu cara pembenaran agar seakan-akan perbuatan mereka itu dapat dibenarkan. Begitu juga dengan riswah ini, mereka mempunyai seribu satu alasan untuk membenarkan pemberian kepada mereka, diantara alasan mereka yang paling sering dinukil adalah :
  • Ini adalah uang lelah, uang tips atau hadiah
  • Tidak ada pihak yang dirugikan, semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai aturan .
  • Kami hanya diberi, kami tidak pernah meminta.
Maka pemberian inilah yang sekarang dikenal dengan istilah Gratifikasi , yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. (Wikipedia)
Maka sekarang kembali ke hukum syariatnya, benarkah pemberian kepada pagawai adalah sesuatu yang diperbolehkan untuk diterima ??
Telah datang hadits dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
حَدِيْثُ أَبِيْ حُمَيْدِ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِسْتَعْمَلَ عَامِلاً فَجَاءَهُ الْعَامِلُ حِيْنَ فَرَغَ مِنْ عَمَلِهِ فَقَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ هـذَا لَكُمْ وهـذَا أُهْدِيَ لِيْ. فَقَالَ لَهُ: أَفَلاَ قَعَدْتَ فِى بَيْتِ أَبِيْكَ وَأُمِّكَ  فَنَظَرْتَ أَيُهْدَى لَكَ أَمْ لاَ ؟ ثُمَّ قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشِيَّةً بَعْدَ الصَّلاَةِ فَتَشَهَّدَ وَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَمَا بَالُ الْعَامِلِ نَسْتَعْمِلُهُ فَيَأْتِـيْنَا فَيَقُوْلُ: هـذَا مِنْ عَمَلِكُمْ وَهـذَا أُهْدِيَ لِيْ أَفَلاَ قَعَدَ فِيْ بَيْتِ أَبِيْهِ وَأُمِّهِ فَنَظَرَ هَلْ يُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ؟ فَوَ الَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَيَغُلُّ أَحَدُكُمْ مِنْهَا شَيْـأً إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ إِنْ كَانَ بَعِيْرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً جَاءَ بِهَا خُوْارٌ وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ فَقَدْ بَلَّغْتُ فَقَالَ أَبُوْ حُمَيْدٍ: ثُمَّ رَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ حَتَّى إِنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى عُفْرَةِ إِبْطَيْهِ
 Abu Humaidi Assa’idy  Rhadiyallahu ‘anhu . berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam . mengangkat seorang pegawai untuk menerima sedekah/zakat kemudian sesudah selesai, ia datang kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . dan berkata, “Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang padaku.” Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . bersabda kepadanya, “Mengapakah engaku tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu apakah di beri hadiah atau tidak (oleh orang)?” Kemudian sesudah shalat, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . berdiri, setelah tasyahud dan memuji Allah selayaknya, lalu bersabda. “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, “Ini hasil untuk kamu dan ini aku berikan hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk menunggu apakah ia diberi hadiah atau tidak?. Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya. Jika berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan.” Abu Humaidi berkata, “kemudian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam ., mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.”
Berkata Ibnu Utsaimin Rahimahullahu  tentang hadits ini :
“Dan dari hadits ini kita mengetahui besarnya kejelekkan riswah, dan sesungguhnya hal tersebut termasuk dari perkara-perkara besar yang sampai menyebabkan nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam berdiri berkhutbah kepada manusia dan memperingatkan dari perbuatan ini. Karena sesungguhnya apabila riswah merajalela di sebuah kaum maka mereka akan binasa dan akan menjadikan setiap dari mereka tidak mengatakan kebenaran, tidak menghukumi dengan kebenaran dan tidak menegakkan keadilan kecuali jika diberi riswah, kita berlindung kepada Allah. Dan riswah , terlaknat yang mengambilnya dan terlaknat pula yang memberi kecuali apabila dalam keadaan yang mengambil riswah menghalangi hak-hak manusia dan tidak akan memberikannya kecuali dengan riswah maka dalam keadaan seperti ini laknat jatuh terhadap yang mengambil dan tidak atas yang memberi karena sesungguhnya pemberi hanya menginginkan mengambil haknya, dan tidak ada jalan bagi dia untuk itu kecuali dengan membayar riswah maka yang seperti ini mendapatkan udzur.  Sebagaimana ditemukan sekarang (kita berlindung kepada Allah) di sebagian pejabat di Negara-negara Islam yang  tidak menunaikan hak-hak manusia kecuali dengan riswah ini (kita belindung kepada Allah) maka dia telah memakan harta dengan batil, dia telah menimpakan kepada dirinya sendiri dengan laknat. Kita memohon kepada Allah ampunan, dan wajib bagi orang-orang Allah telah mempercayakan kepadanya pekerjaan untuk melaksanakannya dengan keadilan dan menegakkannya dengan perkara-perkara yang wajib ditegakkan di dalamnya sesuai kemampuannya.( Syarah Riyadhus Sholihin , 1/187)
Berkata Ibnu Baaz Rahimahullahu  :
“Dan hadits ini menunjukkan bahwa wajib atas pegawai di pekerjaaan apa saja untuk Negara untuk menunaikan apa-apa yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh bagi dia untuk menerima hadiah yang terkait dengan pekerjaaanya. Dan apabila dia mengambilnya maka dia harus menaruhnya di Baitul Mal , dan tidak boleh bagi dia untuk mengambil bagi dirinya sendiri berdasarkan hadits shohih ini karena sesungguhnya hal itu merupakan perantara kejelekkan dan pelanggaran amanat.” (Fatawa Ulama Baladil Haram Hal. 655)
Mungkin sebagian orang akan mengatakan, bahwa ini adalah fatwa ulama-ulama masa kini, maka kita butuh ucapan ulama-ulama terdahulu. Maka perhatikanlah ucapan para imam-imam kita terdahulu :
Imam Bukhori membuat bab di dalam shohihnya yang mencantumkan hadits ini : “Bab Hadiah untuk pegawai” dan di tempat lain  beliau membuat bab : “Bab orang-orang yang tidak menerima hadiah dikarenakan sebab”
Imam Nawawi membuat bab dalam Shohih Muslim : “Bab haramnya hadiah untuk pegawai”
Maka sungguh benar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam , seandainya saja kira-kira kita duduk di rumah apakah akan ada yang datang orang yang tidak dikenal memberi kita hadiah ??? seandainya kita tidak di posisi sedang memegang urusan atau proyek apakah kita akan diberi hadiah?? apakah apabila kita tidak sedang berada di loket-loket pelayanan masyarakat kita akan diberi hadiah sementara pegawai lain , pegawai biasa yang tidak memegang urusan tidak diberi hadiah ???
Umar bin Abdil aziz Rahimahullahu  , beliau berkata ” Hadiah pada zaman Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam adalah hadiah, adapun hari ini hadiah (hakikatnya) adalah sogokan” (Syarh Ibnu Bathol 7/111)
Lajnah Da’imah Lilbuhuts Wal Ifta’ ditanya tentang 3 bentuk pemberian dalam pekerjaaan :
Pertama,  Pemberian setelah ditunaikannya seluruh pekerjaan dengan baik, tanpa adanya penyia-nyiaan, penipuan, penambahan atau pengurangan dan tanpa mengutamakan seseorang dibanding yang lainnya
Kedua ,  Dengan diminta , baik secara jelas ataupun dengan isyarat.
Ketiga, Uang pemberian orang sebagai tambahan jam kerja yang sudah habis,. Misalnya jam kerja sudah habis, tapi masyarakat atau rekanan masih minta dilayani dan mereka siap membayar uang lembur kita.
Maka mereka menjawab :
Bentuk pertama adalah salah satu bentuk memakan harta manusia dengan cara yang batil
Bentuk kedua termasuk dalam hadits
لعنة الله على الراشي والمرتشي
Allah melaknat orang yang memberi suap, dan yang menerima suap”
Bentuk ketiga tetap tidak boleh, karena kita berkerja pada pimpinan dan Negara, kalau memang mereka ingin kita berkerja lebih maka mereka harus meminta kepada pimpinan kita secara resmi agar kita berkerja lebih dan kemudian kita dibayar oleh Negara atau perusahaan bukan dari masyarakat atau rekanan.
(Sumber Fatwa No. 9374 dengan ringkasan dan perubahan)
Dan sebagai tambahan untuk penguat hati-hati yang masih ragu, sebuah hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam tentang hadiah bagi para pegawai, beliau Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda :
هدايا العمال غلول
“Hadiah untuk pegawai adalah khianat”
(HR. Ahmad dan Baihaqi dari Abu Humaidi Assa’idy  Rhadiyallahu ‘anhu , di shohihkan Al-Albani dalam Shohihul Jami’ No. 7021)
Maka bagi orang-orang yang beriman, hendaknya taat dan tunduk dengan apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan RasulNya, jangan lagi mencari pembenaran-pembenaran untuk mengikuti hawa nafsunya.
Allah berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab : 36)
 Wallahu a’lam
 Ibnu Dzulkifli As-Samarindy
 http://assamarindy.wordpress.com

Sumber : darussalaf.or.id

Minggu, 01 Januari 2012

SUAMI ISTRI.........JANGAN KALIAN MELAKUKANNYA



dari Asma Binti Yazid Radhiallahu anha bahwa bahwa tatkala Beliau berada didekat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sementara ada kaum lelaki dan wanita yang sedak duduk, maka Beliau Berkata:
“Mungkin ada yang menceritakan apa yang dia lakukan terhadap keluarganya, dan mungkin juga ada seorang wanita mengabarkan apa yang dia lakukan bersama suaminya.” Maka merekapun terdiam, maka aku menjawab: benar Demi Allah wahai Rasulullah. Sesungguhnya para wanita itu telah menceritakannya, dan para lelakipun melakukannya”. Maka bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:

«فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ، لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيقٍ، فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ»

أخرجه أحمد في «مسنده» (27538)، من حديث أسماء بنت يزيد رضي الله عنهما، والحديث صحَّحه الألباني في «آداب الزفاف» (70).

“Jangan kalian melakukannya, yang demikian itu hanyalah seperti setan laki-laki yang bertemu dengan setan wanita di satu jalan, lalu dia menyetubuhinya dalam keadaan manusia memperhatikannya.”

(HR. Ahmad dalam musnadnya (27538),dari hadits Asma Bintu Yazid Radhiallahu anha, hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam Adabuz Zafaf:70

Senin, 25 Juli 2011

BEKAL RAMADHAN (1)


BEBERAPA BACAAN DLOIF (LEMAH) PADA WAKTU BERBUKA PUASA
·         Hadits pertama
Ø  Dari Ibnu Abbas Radliyallahu ‘anhu, ia berkata : Adalah Nabi Sholallahu ‘alayhi wassalam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahuma laka shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allohumma Taqabal Minna Innaka Antassamiul ‘Alim (artinya: Ya Alloh! untukMu aku berpuasa dan atas rizki dariMu kami berbuka. Ya Alloh!Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau maha Mendengar, Maha Mengetahui)
Ø  (Riwayat: Daruquthni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu’jamul Kabir)
Ø  Sanad hadits ini Sangat Lemah/Dloif
1.    Pertama: ada seorang rawi yang bernama: Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah.
-   Kata Imam Ahmad bin Hambal:  Abdul Malik Dlo’if
-   Kata Imam Yahya: kadzdzab (pendusta)
-   Kata Imam Dzahabi: dituduh pemalsu Hadits
-   Kata Ibnu Hibban : pemalsu hadits
-   Kata Imam Abu Hatim : matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)
-   Kata Imam Sa’dy : pendusta
2.    Kedua: di sanad ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu: Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata: munkarul Hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.
Ø  Hadits ini dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al Haitsami dan Al Albani dan lain-lain.
Ø  Periksalah kitab-kitab berikut:
-       Mizanul I’tidal 2/666
-       Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami
-       Zaadul Ma’ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim
-       Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani.


·         Hadits kedua
Ø  “Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Adalah Nabi Sholallohu’alaihi wassalam: Apabila berbuka beliau mengucapkan: Bismillah allohumma laka shumtu wa alla rizqika afthartu (artinya: Dengan nama Alloh, ya Alloh karenaMu aku berbuka puasa dan atas rizki dariMu aku berbuka)
Ø  (Riwayat: Thabrani di kitabnya Mu’jam Shagir hal 189 dan Mu’jam Auwshath)
Ø  Sanad hadits ini lemah/dloif
1.    Pertama:
Di sanad hadits ini ada Ismail bin Amr al Bajaly. Dia rawi yang lemah.
-     Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhuafa: bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
-     Kata Imam ibnu ‘Ady: ia pencerita hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
-     Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : ia lemah
-     Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat Mizanul I’tidal 1/239).
2.    Kedua: di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.
-     Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
-     Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
-     Kata Imam Ibnu ‘Ady:Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut: (lihat Mizanul I’tidal 2/7).
-     Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajat hadits ini.

·         Hadits ketiga
Ø  Dari Muadz bin Zuhrah Radliyallahu ‘Anhu, telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan  :allohumma laka shumtu wa alla rizqika afthartu”
Ø  (Riwayat Abu Dawud No 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Sunni. Lafadz dan arti bacaan di hadits ini dengan riwayat atau hadits yang kedua, kecuali awalnya tidak pakai bismillah).
Ø  Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.
1.    Pertama: Mursal, karena Mu’adz bin Abi Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi (hadits mursal adalah seorang Tabi’in meriwayatkan langsung dari nabi tanpa perantara shahabat).
2.    Kedua: Selain itu Mu’adz bin Abi Zur’ah merupakan seorang rawi yang Majhul. Tidak ada yang meriwaytkan padanya kecuali Husain bin Abdurrahman, sedang Ibnu abi Hatim di kitabnya Jarrah wa ta’dil tidak menerangkan celaan dan pujian baginya.

·         Hadits keempat
Ø  “Dari Ibnu umar Radhiyallahu ‘Anhu: “Adalah Rosulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : dzahabadz dzaamaau wabtallatil ‘uruqu watsabatal ajru, insya Alloh.(artinya: telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, insya Alloh).
Ø  (Hadits Hasan, riwayat: Abu Dawud 2357, Nasa’I 1/66. Daruquthni dan ia mengadakan sanad hadits ini hasan. Hakim 1/422, Baihaqi 4/239) Al Albani menyetujui apa yang dikatakan Daruquthni.
Ø  Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid, seorang rawi yang tsiqah tapi ada padanya sedikit kelemahan (tahdzibut-tahdzib). Tepat kalo hadits ini dinamakan Hasan.


Kesimpulan

1.    Hadits yang ke 1,2 dan 3 tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh diamalkan.
2.    Sedangkan dalam hadits yang ke empat karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita amalkan jika kita suka karna hukumnya sunnah.
Wallohu A'lam